Keripik Apel: Inovasi Manis dari Bumi Malang
Januari 15, 2025 | by adjihermawan@students.amikom.ac.id
Di tengah sejuknya udara Kota Batu, Malang, tercium aroma manis yang menguar dari dapur rumah Bu Siti. Sudah sejak subuh, ibu tiga anak ini sibuk mengupas dan mengiris apel-apel segar yang baru dipetik dari kebunnya. Bersama beberapa tetangganya, Bu Siti menjalankan usaha keripik apel yang kini mulai dikenal hingga ke luar pulau.
Keripik apel bukanlah sekadar camilan biasa. Bermula dari keresahan para petani apel yang kesulitan menjual buah apel grade B dan C, muncullah ide untuk mengolahnya menjadi keripik. Proses pembuatannya memang membutuhkan kesabaran dan ketelitian. Apel-apel segar dikupas dan diiris tipis menggunakan alat pengiris khusus warisan dari ibunya. Setelah itu, irisan apel direndam dalam larutan air kapur sirih dan garam untuk mencegah pencokelatan.
Yang membuat keripik apel Bu Siti berbeda adalah cara pengeringannya. Alih-alih menggunakan mesin, ia memilih mengeringkan irisan apel di bawah sinar matahari yang dilapisi kain hitam khusus. “Rasanya lebih renyah dan natural,” ujarnya sambil membalik jejeran irisan apel yang mulai mengering. Proses pengeringan bisa memakan waktu 2-3 hari, tergantung cuaca.
Variasi rasa menjadi kekuatan produk Bu Siti. Selain original, ia menawarkan beberapa pilihan rasa seperti kayu manis, madu, dan gula aren. Semua bahan pemberi rasa ini dipilih khusus dari pasar tradisional dan diolah secara natural. “Kami tidak pakai pengawet atau pewarna buatan. Semua alami,” tegasnya bangga.
Di balik kesederhanaan keripik apel, tersimpan nilai gizi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kandungan serat dan antioksidan dalam apel tetap terjaga meski sudah dikeringkan. Tak heran jika banyak yang menjadikan keripik apel sebagai alternatif camilan sehat.
Kesuksesan Bu Siti menginspirasi tetangga-tetangganya. Kini, di kawasan rumahnya telah terbentuk kelompok usaha kecil yang fokus mengolah berbagai produk turunan apel. Dari yang awalnya hanya mampu mengolah 5 kg apel per hari, kini produksinya bisa mencapai 25 kg. “Yang penting konsisten dengan kualitas,” katanya.
Tantangan terbesar dalam usaha ini adalah cuaca yang tidak menentu. Musim hujan bisa memperlambat proses produksi hingga seminggu. Namun, Bu Siti dan kelompoknya telah menemukan solusi dengan membuat rumah pengering sederhana yang tetap memanfaatkan panas matahari.
Harga yang ditawarkan pun beragam, mulai dari Rp 15.000 hingga Rp 25.000 per bungkus 100 gram, tergantung varian rasanya. Kemasan yang digunakan juga ramah lingkungan, menggunakan plastik biodegradable yang bisa terurai dalam waktu 2 tahun.
Keripik apel bukan sekadar tentang mengubah buah menjadi camilan. Ini adalah kisah tentang bagaimana kreativitas dan kegigihan bisa mengubah masalah menjadi peluang. Dari sebuah dapur sederhana di Kota Batu, lahir produk yang tidak hanya mengangkat nilai ekonomi petani apel, tetapi juga membawa dampak positif bagi komunitas sekitar.
Di tengah maraknya cemilan modern yang dipenuhi bahan pengawet, keripik apel hadir sebagai alternatif sehat yang tetap mempertahankan cita rasa alami buah. Setiap gigitan keripik apel tidak hanya memberikan kenikmatan, tetapi juga menceritakan kisah perjuangan dan harapan dari para pengrajin di kaki Gunung Arjuno.
RELATED POSTS
View all